Pengertian Istiqomah dan Manfaatnya
Makna Istiqamah
Istiqamah adalah
menempuh jalan yang lurus, yaitu agama yang benar, tanpa condong ke kanan
maupun ke kiri. Hal ini mencakup mengerjakan semua ketaatan, baik yang tampak
maupun yang tersembunyi, serta meninggalkan semua larangan, baik yang tampak
maupun yang tersembunyi.[1]
Istiqamah berada di
tengah-tengah antara berlebihan dan menyepelekan, dan kedua sikap itu terlarang
dalam syariat.
Konsistensi dalam Istiqamah dan Kekurangan
dalamnya.
Seorang mukmin
dituntut untuk senantiasa istiqamah. Karena itu ia memohon kepada Allah dalam
setiap rakaat salatnya:
{
أهدنا الصراط
المستقيم }
“Tunjukilah kami jalan
yang lurus”. (QS. Al-Fatihah: 6).
Namun, karena tabiat
manusia yang kadang lalai dalam menjalankan perintah atau menjauhi larangan
—yang berarti keluar dari istiqamah— dalam hal ini, syariat memberikan tuntunan
untuk kembali kepada jalan lurus itu. Allah berfirman:
{
فاستقيموا
إليه واستغفروه }
“Maka tetaplah kamu
pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya, dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Hud: 112).
Ini menunjukkan bahwa
manusia pasti punya kekurangan dalam hal istiqamah, dan kekurangan itu ditutupi
dengan istighfar yang mengandung makna taubat dan kembali ke jalan yang lurus.
Nabi ﷺ bersabda:
اتق الله حيثما كنت ، وأتبع السيئة الحسنة تمحها
“Bertakwalah kepada
Allah di mana pun engkau berada, dan iringilah keburukan dengan kebaikan,
niscaya kebaikan itu akan menghapus keburukannya.”[2]
Tingkatan Agama yang
Dituntut dari Seorang Hamba
Nabi ﷺ bersabda:
سددوا وقاربوا
“Lurus dan dekatilah.”[3]
Maksud dari “luruskan”
adalah mencapai hakikat istiqamah atau tepat dalam seluruh ucapan, perbuatan,
dan tujuan. Sedangkan “dekatilah” maksudnya berusaha semampunya untuk
sampai pada kesempurnaan istiqamah. Jika tidak sampai sepenuhnya, setidaknya
mendekati.
Dengan begitu ada dua
tingkatan yang dituntut:
1. Kesempurnaan
istiqamah (as-sadad).
2. Mendekati
kesempurnaan itu (al-muqaarabah).
Selain keduanya
berarti kelalaian dan kekurangan. Seorang mukmin seharusnya tidak keluar dari
dua tingkatan ini dan berusaha mencapai yang tertinggi, bagaikan seseorang yang
memanah sasaran: ia berusaha keras mengenainya, atau setidaknya mendekat sampai
akhirnya mengenainya.[4]
Pentingnya Istiqamah
Pentingnya istiqamah
tampak dari beberapa hal:
1. Istiqamah pada
hakikatnya adalah realisasi penghambaan kepada Allah, yang menjadi tujuan inti
penciptaan manusia dan jin. Dengannya seseorang meraih kemenangan dan keberuntungan.
2. Allah memerintahkan
Rasul-Nya ﷺ untuk menegakkan istiqamah, juga orang-orang yang bersamanya.
Firman-Nya:
{
فاستقم كما
أمرت ومن تاب معك }
“Maka tetaplah engkau
pada jalan yang lurus sebagaimana diperintahkan, juga orang yang bertaubat
bersamamu.” (QS. Hud: 112). Dan
juga:
{
فلذلك فأدع
واستقم كما أمرت ..}
“Maka tetaplah engkau
pada jalan yang lurus sebagaimana diperintahkan.” (QS. Asy-Syura: 15). Allah bahkan memerintahkan hal itu
juga kepada para nabi, seperti firman-Nya kepada Musa dan Harun:
{
قد أجيبت
دعوتكما فاستقيما .. }
“Sungguh, doa kalian
telah dikabulkan, maka tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus.” (QS. Yunus: 89).
3. Rasulullah ﷺ menunjukkan
pentingnya istiqamah dalam sabdanya ketika Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafi
radhiyallahu anhu berkata: “Wahai Rasulullah, katakan kepadaku tentang Islam
satu perkataan yang aku tidak akan bertanya lagi kepada siapa pun selain
engkau.” Beliau ﷺ menjawab: “Katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.”[5]
Sebab-sebab Istiqamah
dan Cara Menjaganya
1. Sebab paling utama
adalah kehendak Allah untuk memberikan hidayah kepada hamba-Nya, melapangkan
dadanya dengan Islam, dan memberinya taufik untuk taat dan beramal saleh. Allah
berfirman:
{
قد جاءكم من
الله نور وكتابٌ مبين(15) يهدى به الله من اتبع رضوانه سبل السلام ويخرجهم من
الظلمات إلى النور بإذنه ويهديهم إلى صراطٍ مستقيم }
“Sungguh telah datang
kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang jelas, dengannya Allah memberi
petunjuk orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, mengeluarkan
mereka dari kegelapan menuju cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan mereka ke
jalan yang lurus.” (QS. Al-Ma’idah:
15–16).
2. Ikhlas kepada Allah
dan mengikuti petunjuk Rasul-Nya ﷺ.
Allah berfirman:
{
وما أمروا إلا
ليعبدوا الله مخلصين له الدين .. }
“Padahal mereka tidak
diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya dalam
agama…” (QS. Al-Bayyinah: 5).
3. Istighfar dan
taubat.
Allah menjadikan sebab
keberuntungan dan kesuksesan dengan taubat. Allah berfirman:
{
وتوبوا إلى
الله جميعاً أيه المؤمنون لعلكم تفلحون}
“Bertobatlah kalian
semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung.” (QS. An-Nur: 31).
4. Muhasabah/introspeksi
diri.
Allah berfirman:
{
يأيها الذين
آمنوا أتقوا الله ولتنظر نفسٌ ما قدمت لغدٍ وأتقوا الله إن الله خبير بما تعملون}
“Wahai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan
apa yang telah ia persiapkan untuk hari esok. Bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata: “Maksudnya, intropeksi diri kalian sebelum kalian
dihisab. Lihatlah apa yang telah kalian simpan untuk diri kalian berupa amal
saleh bagi hari kembali kalian dan saat kalian menghadap kepada Rabb kalian.”[6]
Dengan muhasabah,
seorang muslim akan terjaga dari menyimpang dari jalan istiqamah.
5. Menjaga salat lima
waktu berjamaah.
Karena salat adalah
penghubung antara hamba dengan Rabbnya, sekaligus faktor yang mencegah
perbuatan keji dan mungkar. Allah berfirman:
{
إن الصلاة
تنهي عن الفحشاء والمنكر }
“Sesungguhnya salat
itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-‘Ankabut: 45).
6. Menuntut ilmu.
Yang dimaksud adalah
ilmu tentang Al-Qur’an dan Sunnah, karena dengan ilmu inilah seseorang bisa
mengenal Allah, kitab-Nya, dan Rasul-Nya ﷺ.
7. Memilih teman yang
saleh.
Sahabat yang baik akan
menolong dalam ketaatan, menuntut ilmu, dan menegur bila salah. Adapun teman
yang buruk sebaliknya. Allah berfirman:
{
الْأَخِلَّاء
يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ }
“Pada hari itu,
teman-teman akrab sebagian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali
orang-orang yang bertakwa.” (QS.
Az-Zukhruf: 67).
8. Menjaga anggota
tubuh dari hal-hal yang haram.
Yang paling penting
adalah lisan dengan menjaganya dari dusta, ghibah, dan namimah. Pengelihatan,
dengan menjaga pandangan dari hal-hal terlarang. Hendaklah selalu mengingat
firman Allah:
{
ولا تقف ما
ليس لك به علم إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسئولاً }
“Dan janganlah engkau
mengikuti sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’: 36).
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik
atau diam.”[7]
9. Mengenali
langkah-langkah setan untuk diwaspadai.
Allah berfirman:
{
يأيها الذين
آمنوا لا تتبعوا خطوات الشيطان ومن يتبع خطوات الشيطان فإنه يأمر بالفحشاء والمنكر}
“Wahai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa mengikuti
langkah-langkah setan, maka sesungguhnya ia akan menyuruh kepada perbuatan keji
dan mungkar.” (QS. An-Nur: 21).
Buah Istiqamah
Allah berfirman:
{
إِنَّ
الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ
الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ
الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ (30) نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ
فِيهَا مَا تَدَّعُونَ{31} نُزُلاً مِّنْ غَفُورٍ رَّحِيمٍ
“Sesungguhnya
orang-orang yang berkata: Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka istiqamah,
akan turun kepada mereka para malaikat (seraya berkata): Janganlah kamu takut
dan janganlah kamu bersedih, dan bergembiralah dengan surga yang telah
dijanjikan kepadamu. Kami adalah penolong-penolongmu dalam kehidupan dunia dan
di akhirat, dan di dalamnya kamu memperoleh apa yang diinginkan oleh jiwamu,
dan kamu memperoleh apa yang kamu minta. (Itu adalah) penghormatan bagimu dari
Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Fussilat: 30–32).
Dari ayat ini dan ayat
lainnya, dapat diambil beberapa buah dari istiqamah, yaitu:
- Hati menjadi tenang
dengan terus terhubung kepada Allah.
- Istiqamah menjaga
seorang hamba dari maksiat, kesalahan, perkara sia-sia, dan kemalasan dalam
ketaatan.
- Turunnya malaikat
saat kematian (ada yang menafsirkan ketika keluar dari kubur), yang berkata:
ألا تخافوا ولا تحزنوا
“Janganlah
kalian takut dan janganlah kalian bersedih” terhadap urusan akhirat yang akan
dihadapi, maupun urusan dunia yang ditinggalkan berupa harta, anak, dan
keluarga.
- Kecintaan,
penghormatan, dan penghargaan manusia kepadanya, baik kecil maupun besar,
karena ia memancarkan kesungguhan dalam ketaatan dan akhlak yang mulia.
- Janji Allah kepada
orang bertakwa bahwa mereka akan mendapatkan di surga apa pun yang jiwa mereka
inginkan, yang menyenangkan pandangan, dan yang mereka pinta, sebagai karunia
dari Allah Ta’ala.
Sumber: Saaid
[1] Jamiul Ulum wal
Hikam, Syarah Hadits 21 (Dua Puluh Satu)
[2] Diriwayatkan oleh
Ahmad (5/153, 158), Tirmidzi dalam kitab "al-Birr wa al-Shilah" bab
"Ma Ja'a fi Mu'asyarah al-Nas" (4/312, no. 1987), dan ia berkata,
"Hadis hasan sahih". Juga oleh Hakim (1/54) dan ia berkata,
"Sahih sesuai syarat keduanya," dan disepakati oleh Adz-Dzahabi.
Lihat pula "Jami' al-'Ulum wa al-Hikam" hadis no. 18.
[3] Diriwayatkan oleh
Bukhari dalam kitab "Ar-Riqaq," bab "Al-Qasd" (11/294,
hadis nomor 6463, 6464), dan Muslim dalam kitab "Shifatul Munafiqin,"
bab "Lan Yadkhula Ahadul Jannah Bi'amalihi" (4/2171, hadis nomor
2817).
[4] Lihat: Jami'
al-'Ulum wa al-Hikam, hadis (21), Madarij as-Salikin karya Ibnu al-Qayyim, pembahasan
tentang "manzil al-istiqamah" (tingkat keistiqamahan), dan Syarh
an-Nawawi 'ala Muslim (pada hadis sebelumnya).
[5] Diriwayatkan oleh
Muslim, dalam kitab Al-Iman, bab Jami' Awshaf al-Islam (1/65, no. 38). Ini
adalah lafazh yang terdapat dalam naskah cetak, meskipun lafazh yang lebih
masyhur adalah (thumma istaqim) "kemudian beristiqamah-lah", dan ini
yang digunakan dalam syarah oleh Imam Nawawi dan lainnya. Wallahu a'lam (Dan Allah
lebih mengetahui).
[6] Lihat tafsir Ibnu
Katsir, jilid 4, halaman 342.
[7] Muttafaqun 'alaih
(disepakati oleh Bukhari dan Muslim). Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab
Ar-Riqaq, bab Hifzh al-Lisan (1/308, hadis no. 6475), dan Muslim dalam kitab
Al-Iman, bab Al-Hatstsu 'ala Ikram al-Jar (1/68, hadis no. 47, 48).
Posting Komentar untuk "Pengertian Istiqomah dan Manfaatnya"