Sejarah Puasa Asyura
Asyura adalah hari
kesepuluh pada bulan Muharram.[1]
Dia adalah hari yang mulia. Menyimpan sejarah yang mendalam, tak bisa
dilupakan.
Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma berkata: "Nabi tiba di Madinah dan dia mendapati
orang-orang Yahudi sedang berpuasa Asyuro. Nabi bertanya: "Puasa apa
ini"? Mereka menjawab: "Hari ini adalah hari yang baik, dimana Allah
telah menyelamatkan Bani Israil dari kejaran musuhnya, maka Musa berpuasa
sebagai rasa syukurnya kepada Allah. Dan kami-pun ikut berpuasa. Nabi berkata:
"Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian." Akhirnya Nabi
berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa.[2]
Nabi shallallahu
alaihi wa sallam berpuasa Asyuro mengalami empat fase;[3]
Fase Pertama: Beliau berpuasa di Mekkah dan tidak memerintahkan
manusia untuk berpuasa.
Aisyah radhiyallahu
anha menuturkan: "Dahulu orang Quraisy berpuasa Asyuro pada masa
jahiliyyah. Dan Nabi pun berpuasa Asyuro pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau
hijrah ke Madinah, beliau tetap puasa Asyuro dan memerintahkan manusia juga
untuk berpuasa. Ketika puasa Ramadhan telah diwajibkan, beliau berkata:
"Bagi yang hendak puasa silakan, bagi yang tidak puasa, juga tidak
mengapa."[4]
Fase Kedua: Tatkala beliau shallallahu alaihi wa sallam datang di
Madinah dan mengetahui bahwa orang Yahudi puasa Asyuro, beliau juga berpuasa
dan memerintahkan manusia agar puasa. Sebagaimana keterangan Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma di muka. Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
menguatkan perintahnya dan sangat menganjurkan sekali, sampai-sampai para
sahabat melatih anak-anak mereka untuk puasa Asyuro.
Fase Ketiga: Setelah diturunkannya kewajiban puasa Ramadhan, beliau
shallallahu alaihi wa sallam tidak lagi memerintahkan para sahabatnya untuk
berpuasa Asyuro, dan juga tidak melarang, dan membiarkan perkaranya menjadi
sunnah[5]
sebagaimana hadits Aisyah radhiyallahu anha yang telah lalu.
Fase Keempat: Pada akhir hayatnya, Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bertekad untuk tidak hanya puasa pada hari Asyuro saja, namun juga menyertakan
hari tanggal 9 Asyuro agar berbeda dengan puasanya orang Yahudi.
Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma berkata: "Ketika Nabi puasa Asyuro dan beliau juga
memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa. Para sahabat berkata: "Wahai
Rasulullah, hari Asyuro adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan
Nashara!!" Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata: "Kalau
begitu, tahun depan Insya Allah kita puasa bersama tanggal sembilannya
juga." Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata: "Belum sampai tahun
depan, beliau sudah wafat terlebih dahulu."[6][7]
[1] Syarah Shahih Muslim 8/12, Fathul Bari,
Ibnu Hajar 4/671, Mukhtashor Shahih Muslim, al-Mundziri hal. 163 Tahqiq
al-Albani, al-Mughni 4/441, Subulus Salam, as-Shon'ani 2/671.
[2] HR. Bukhari: 2004, Muslim: 1130
[3] Lathoiful Ma'arif hal. 102-107
[4] HR. Bukhari: 2002, Muslim: 1125
[5] Bahkan para ulama telah sepakat bahwa
puasa Asyuro sekarang hukumnya sunnah tidak wajib. Ijma'at Ibnu Abdil Barr
2/798, Abdullah Mubarak Al Saif, Shahih Targhib wa Tarhib, al-Albani 1/438,
Tuhfatul Ahwadzi, Mubarak Fury 3/524, Aunul Ma'bud, Syaroful Haq Azhim Abadi
7/121.
[6] HR. Muslim: 1134
[7] Disalin dari buku Misteri Bulan Asyuro
Antara Mitos dan Fakta karya Abu Aniisah Syahrul Fatwa bin Lukman dan Abu
Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi Cet ke-1 Syawwal 1445 H, Diterbitkan oleh
Yusuf Abu Ubaidah.
Posting Komentar untuk "Sejarah Puasa Asyura"