Hari Arafah
Ketahuilah, hari
Arafah merupakan hari yang penuh dengan keutamaan, pada sepuluh hari pertama
bulan Dzulhijjah ini. Bagaimana sebenarnya keagungan hari ini?
A. Keutamaan Hari
Arafah
Hari Arafah memiliki
beberapa keutamaan diantaranya;
1.
Hari disempurnakannnya agama Islam
Ini adalah nikmat
Allah jalla jalaaluh yang agung kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan
agama Islam untuk mereka, hingga mereka tidak butuh kepada agama selainnya.
Allah jalla jalaaluh menjadikan agama Islam sebagai agama penutup dari ummat
ini, tidak diterima agama apapun selain Islam.
Dari Umar bin Khattab
radhiyallahu anhu bahwasanya ada seorang yahudi[1]
yang berkata kepadanya: Wahai Amirul Mukminin, sebuah ayat dalam kitab kalian
yang kalian membacanya, andaikan ayat itu turun kepada kami, niscaya hari
turunnya ayat itu akan kami jadikan hari raya. Umar bertanya: ayat apa itu? Dia
menjawab: Firman Allah jalla jalaaluh yang berbunyi:
ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ
عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِيناً
"Pada hari ini
telah Kusempernakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu." (QS. al-Maidah: 3)
Umar radhiyallahu anhu
kembali bertanya: "Sungguh kami mengetahui hari dan tempat turunnya ayat
itu, ayat itu turun kepada Nabi kita dan dia sedang berdiri di Arafah pada hari
Jum'at."[2]
2.
Hari pembebasan dari api neraka
Sebagaimana dituturkan
oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha bahwasanya Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda:
ما مِن يَومٍ أَكْثَرَ مِن أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فيه
عَبْدًا مِنَ النّارِ، مِن يَومِ عَرَفَةَ، وإنَّه لَيَدْنُو، ثُمَّ يُباهِي بهِمُ
المَلائِكَةَ، فيَقولُ: ما أَرادَ هَؤُلاءِ؟
"Tidak ada suatu
hari yang Allah lebih banyak membebaskan seorang hamba dari api neraka
melainkan hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan berbangga di hadapan
para malaikatnya seraya berkata: Apa yang mereka inginkan."[3]
Imam Nawawi
rahimahullah berkata: "Hadits ini telah jelas sekali menunjukkan keutamaan
hari Arafah."[4]
Imam Ibnu Rajab
rahimahullah menyebutkan bahwa pembebasan dari api neraka dalam hadits ini
berlaku umum untuk seluruh kaum muslimin.[5]
3.
Allah jalla jalaaluh membanggakan orang yang wukuf di
Arafah
Allah jalla jalaaluh
memuji para jamaah haji yang wukuf di Arafah. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda:
إنَّ اللَّهَ لَيباهي الملائِكَةَ بأَهْلِ عرفاتٍ يقولُ
انظروا إلى عبادي شُعثًا غُبرًا
"Sesungguhnya
Allah membanggakan orang-orang yang wukuf di Arafah kepada para malaikat. Allah
berkata kepada mereka: Lihatlah para hambaKu, mereka dalam keadaan kusut dan
berdebu."[6]
Imam Ibnu Abdil Barr
rahimahullah mengatakan: "Hal ini menunjukkan bahwa mereka (yang wukuf)
telah diampuni dosa-dosanya, karena Allah jalla jalaaluh tidak mungkin
membanggakan orang yang punya dosa dan kesalahan kecuali setelah taubat dan
mendapat ampunan, Allahu A'lam."[7]
B. Puasa Arafah
Dari Abu Qotadah
radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ditanya
tentang puasa Arafah, beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الماضِيَةَ والْباقِيَةَ
"Puasa arafah
menghapus dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang."[8]
Puasa ini dianjurkan
bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji, adapun bagi jama'ah haji maka tidak
disunnahkan puasa, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika haji
tidak puasa saat hari Arafah.[9]
Faedah: Bila Arafah jatuh pada hari Jumat atau Sabtu.[10]
Ada hadits-hadits yang
berisi larangan menyendirikan puasa jum'at dan larangan puasa sabtu kecuali
puasa yang wajib. Apakah larangan ini tetap berlaku ketika hari Arafah jatuh
pada hari jum'at atau sabtu?
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah mengatakan: "Adapun bagi orang yang tidak
menyengaja untuk puasa karena hari jum'at atau sabtu, seperti orang yang puasa
sehari sebelum dan sesudahnya atau kebiasaannya adalah puasa sehari dan berbuka
sehari, maka boleh baginya puasa jum'at walaupun sebelum dan sesudahnya tidak
puasa, atau dia ingin puasa Arafah atau Asyuraa' yang jatuh pada hari jum'at,
maka tidaklah dilarang, karena larangan itu hanya bagi orang yang sengaja ingin
mengkhususkan (hari jum'at dan sabtu tanpa sebab-pen)."[11][12]
[1] Dia adalah Ka'ab al-Ahbar sebagaimana
riwayat imam at-Thobari dalam tafsirnya 9/526.
[2] HR. Bukhari: 45, Muslim: 3017.
[3] HR. Muslim: 1348
[4] Syarah Shahih Muslim 9/125
[5] Lathoif al-Ma'arif hal. 315
[6] HR. Ahmad 2/305, Ibnu Khuzaimah 2839,
al-Albani berkata: Sanadnya shahih. Lihat Shahih al-Jami' no. 1867
[7] At-Tamhiid 1/120
[8] HR. Muslim: 1662
[9] HR. Bukhari: 1575, Muslim: 1123
[10] Lihat pembahasan masalah ini secara luas
dalam Zaadul Ma'ad 2/79, oleh Imam Ibnul Qoyyim, Tahdzibus Sunan 3/297, oleh
al-Khattabi, Kasyaful Qina' Juz 2 Bab Puasa Tathowu' oleh al-Buhuti
[11] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Kitabus
Siyam Min Syarhil Umdah 2/652
[12] Disalin dari buku Mendulang Pahala di
Bulan Dzulhijjah karya Abu Aniisah Syahrul Fatwa bin Lukman, Cet ke-1
Dzulqo’dah 1437 H, Pustaka Al-Furqon.