Bagaimana Cara Berpuasa Asyura?
Puasa 'Asyuro ada tiga
tingkatan[1]
yang bisa di kerjakan;
Pertama: Berpuasa sebelum
dan sesudahnya. Yaitu tanggal 9-10-11 Muharram. Dan inilah yang paling
sempurna.[2]
Kedua: Berpuasa pada tanggal 9 dan 10, dan inilah yang paling
banyak di tunjukkan dalam hadits.
Sahabat Ibnu Abbas mengatakan: "Selisihilah kaum
Yahudi. Berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh (Muharram)."[3]
Ketiga: Berpuasa pada tanggal 10.[4]
Adapun berpuasa hanya
tanggal 9 saja tidak ada asal nya, keliru dan kurang teliti dalam memahami
hadist-hadist yang ada.[5]
Faedah:
Sebagai kalangan
mempermasalahkan sifat dan cara pertama, yaitu berpuasa tiga hari (9-10-11)
dengan alasan bahwa hadist Ibnu Abbas
tentang hal itu tidak shahih, yaitu hadits:
صوموا عاشوراءَ، وخالفوا فيهِ اليهودَ؛ صوموا قبلَه يومًا
وبعدَه يومًا
"Puasalah pada
hari 'Asyuro dan berbedahlah dengan orang Yahudi. Berpuasalah Kalian sehari
sebelumnya atau sehari setelahnya".
Kami katakan: Benar,
bahwa hadits ini lemah, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.[6]
Namun demikian, bukan berarti pengamalannya salah, bahkan tetap dibenarkan oleh
para ulama karena alasan-alasan lainnya.[7]
Adapun alasan para ulama adalah sebagai berikut:
Pertama: Sebagai kehati-hatian. Karena bulan Dzulhijjah bisa 29
atau 30 hari. Apabila tidak diketahui penetapan awal bulan dengan tepat, maka
berpuasa pada tanggal 11-nya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapati
puasa Tasu'a (tanggal 9) dan puasa Asyuro (tanggal 10).
Kedua: Dia akan mendapat pahala puasa tiga hari dalam sebulan,
sehingga bisa meraih pahala seperti puasa sebulan penuh. (Muslim: 1162)
Ketiga: Keumuman dalil tentang anjuran memperbanyak puasa di
bulan Muharram yang mana Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah mengatakan:
أَفْضَلُ الصِّيامِ، بَعْدَ رَمَضانَ، شَهْرُ اللهِ
المُحَرَّمُ
"Puasa yang
paling afdhol setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah al-Muharram."[8]
Dan puasa tanggal 11
termasuk puasa di bulan Allah, Muharram.
Keempat: Tercapai tujuan dalam menyellisihi orang Yahudi, tidak
hanya puasa Asyuro tanggal 10 Muharram saja, tetapi menggiringnya dengan hari
lainnya juga baik sebelumnya atau sesudahnya. Allahu Alam.[9]
Kelima: Telah shahih riwayat dari Sahabat Abdullah bin Abbas
radhiyallahu anhuma bahwa beliau berpuasa pada tanggal 11.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ كَانَ
يَصُومُ قَبْلَهُ يَوْمًا وَبَعْدَهُ يَوْمًا
Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma bahwasanya beliau puasa sehari sebelumnya dan sehari
setelahnya.[10]
Inilah alasan-alasan
para ulama menilai bahwa puasa asyura tiga hari dibenarkan, tetapi kalau puasa
dua hari saja 9 dan 10 saja juga bagus, atau puasa tanggal 10 saja juga boleh
menurut pendapat yang kuat. Semoga Allah azza wa jalla memberi kemudahan kepada
kita untuk melaksanakan puasa Asyuro.
Faedah: Bila Asyuro
Jatuh Pada Hari Jumat atau Sabtu?
Ada hadits-hadits yang
berisi larangan menyendirikan puasa jumat dan larangan puasa sabtu kecuali
puasa yang wajib. Apakah larangan ini tetap berlaku ketika hari Arafah jatuh
pada hari jumat atau sabtu?
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah mengatakan: "Adapun bagi orang yang tidak
menyengaja untuk puasa karena hari jumat atau sabtu, seperti orang yang puasa
sehari sebelum dan sesudahnya atau kebiasaannya adalah puasa sehari dan berbuka
sehari, maka boleh baginya puasa jumat walaupun sebelum dan sesudahnya tidak
puasa, atau dia ingin puasa Arafah atau Asyuro yang jatuh pada hari jumat, maka
tidaklah dilarang, karena larangan itu hanya bagi orang yang sengaja ingin
mengkhususkan (hari jumat dan sabtu tanpa sebab).[11]
Intinya, maksud
hadits-hadits larangan tersebut adalah jika seseorang mengkhususkan. Adapun
jika tidak maka tidak mengapa Insya Allah. Inilah pendapat yang kuat dalam
masalah ini untuk menggabung beberapa hadits sebagaimana dikuatkan oleh
mayoritas ulama kita. Sekalipun dalam masalah Dzulhijjah ini jika seorang puasa
sebelum Arafah dengan tujuan keutamaan puasa 10 awal Dzulhijjah (bukan
pengkhususan puasa hari tarwiyah), maka hal itu diperbolehkan.
Menarik sekali ucapan
sebagian peneliti masalah ini tatkala mengatakan: "Dahulu saya mengikuti
Syaikh kami Al-Albani rahimahullah dalam pendapatnya yang melarang puas sabtu
secara mutlak, sampai-sampai saya tidak puasa Asyuro dalam beberapa tahun
karena saya menyakininya sebagai pendapat yang benar. Namun setelah penelitian
terhadap pendapat para ulama dalam masalah ini, nyatalah bagi saya tanpa
keraguan bahwa puasa hari sabtu tanpa mengkhususkan dan maksud pengagungan
adalah disyariatkan."[12]
Kami tegaskah hal ini
agar semua mengetahui bahwa kami tidaklah fanatik dan taklid kepada siapapun
termasuk kepada Syaikh al-Albani, karena kami berputar bersama dalil dengan
tetap menghormati mereka dan orang-orang yang mengikuti pendapat mereka, karena
kita semua adalah bersaudara.[13]
[1] Tingakatan ini disebutkan oleh Ibnul
Qayyim al-Jauziyyah dalam Zaadul Ma'ad 2/72, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani
dalam Fathul Baru 4/289, Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi 3/526, Syeikh
Ibnu Utsaimin dalam Fatawanya, Syeikh Ali Hasan Al-Halabi dalam Asyuro hlm. 24,
Syeikh Shalih al-Ushaimi dan lain sebagainya.
[2] Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan
dalam Ahkamu Ahli Dzimmah 1/242: "Karena puasa Asyuro tidak bisa diganti
dengan hari-hari lainnya maka kita
diperintahkan untuk menggandengkan dengan puasa sehari sebelumnya dan sehari
sesudahnya agar terhindar dari menyerupai mereka."
[3] Mushannaf Abdurrozzaq: 7839.
[4] Syaikhul Islam rahimahullah berkata:
"Puasa hari Asyuro menghapus dosa setahun, tidak dibenci apabila berpuasa
pada hari ini saja." Al-Akhbar al-Ilmiyyah Min al-Ikhtiyaroot
al-Fiqhiyyah, Alauddin Ali bin Muhammad al-Ba'li hal. 164.
[5] Zaadul Ma'ad 2/72
[6] Lihat Nailul Author Syaukani 4/273, Dhoif
no. 3506 oleh al-Albani, Tuhfatul Ahwadzi Al Mubarakfuri 3/527.
[7] Lihat Zaadul Maad Ibnul Qayyim 2/73,
Fathul Bari Ibnu Hajar 4/289, al-Mughni Ibnu Qudamah 4/441, Lathoiful Maarif
Ibnu Rajab hal. 109, As-Shiyam fil Islam, DR. Said bin Ali al-Qohthoni hal.
364.
[8] HR. Muslim: 1163
[9] Fathul Bari 4/245, Syarah Riyadus Shalihin
Ibnu Utsaimin 5/305.
[10] Diriwayatkan Ath-Thobari dalam Tahdzibul
Atsar Musnad Umar 1430 dengan sanad yang shahih, sebagaimana dalam kitab Maa
Shohha Min Atsari Shohabah Fil Fiqih 2/675 karya Zakariya bin Ghulam Al
Bakistani.
[11] Kitabus Shiyam Min Syarhil Umdah 2/652.
Lihat pembahasan masalah ini secara luas dalam Zaadul Ma'ad 2/79, Tahdzibus
Sunan 3/297, Kaysful Qona' al-Buhuti Juz 2 Bab Puasa Tathowu'.
[12] Al-Qoulul Al-Qowim fi Istihbab Shiyam
Yaumi Sabti hlm. 7-8 oleh Abu Umar Usamah bin Athoya. Lihat pula kitab Hukmu
Shoumi Yaumi Sabti Fi Ghoiril Faridhoh oleh Syaikh Saad bin Abdillah Alu
Humaid.
[13] Disalin dari buku Misteri Bulan Asyuro
Antara Mitos dan Fakta karya Abu Aniisah Syahrul Fatwa bin Lukman dan Abu
Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi Cet ke-1 Syawwal 1445 H, Diterbitkan oleh
Yusuf Abu Ubaidah.
Posting Komentar untuk "Cara Puasa Asyura Yang Benar"