Syarat Hewan Kurban
1. Memilih hewan yang
terbaik
Tidak kita ragukan
bahwa berkurban termasuk salah satu syiar Islam. Oleh karena itu, hendaknya
memilih hewan kurban yang paling baik, paling gemuk dan bagus. Allah ﷻ berfirman:
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ ٱللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌۭ
لَّهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ
"Demikianlah
(perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi
Allah, Maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya". (QS. al-Hajj: 30)
Allah ﷻ berfirman
juga:
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَـٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا
مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ
"Demikianlah
(perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, Maka
Sesungguhnya itu timbul dari Ketakwaan hati". (QS. al-Hajj: 32)
Anas bin Malik
radhiyallahu anhu berkata: “Nabi ﷺ berkurban
dengan dua ekor kambing yang bertanduk dan gemuk”.[1]
Sahabat Ibnu Abbas
radhiyallahu anhu mengatakan: “Dan termasuk mengagungkan syiar yang terhormat
di sisi Allah ﷻ adalah dengan menggemukkan hewan kurban,
membesarkan dan membagusinya, karena hal itu lebih besar pahalanya dan lebih
banyak manfaatnya”.[2]
Abu Umamah bin Sahl
radhiyallahu anhu berkata: “Kami
dahulu di Madinah biasa menggemukkan hewan kurban, dan kaum muslimin juga biasa
menggemukkan hewan kurban mereka”.[3]
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata: “Pahala dalam ibadah kurban sesuai
dengan nilai hewan kurbannya secara mutlak”.[4]
Imam as-Syaukani
rahimahullah mengatakan: “Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk
menggemukkan hewan kurban, karena yang zhahir Nabi ﷺ mengetahui hal
tersebut”.[5]
2. Jenis hewannya
Mayoritas ulama
berpendapat bahwa kurban tidak sah kecuali dari jenis hewan ternak, yaitu
onta, sapi dan kambing. Berdasarkan firman Allah ﷻ yang berbunyi:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍۢ جَعَلْنَا مَنسَكًۭا لِّيَذْكُرُوا ٱسْمَ
ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَـٰمِ
"Dan bagi
tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah
kepada mereka". (QS. al-Hajj:
34)
Dan tidak pernah ada
nukilan bahwa hewan kurban Nabi ﷺ selain
binatang ternak. Imam an-Nawawi mengatakan: Semua ini berdasarkan ijma’.[6]
Kurban Dengan Kerbau?
Para ulama menyamakan kerbau
dengan sapi dalam berbagai hukum dan keduanya dianggap sebagai satu jenis.[7]
Ada beberapa ulama
yang secara tegas membolehkan berkurban dengan kerbau. Di antaranya dari
kalangan Syafi’iyah sebagaimana keterangan di Hasyiyah al-Bajirami, dan Madzhab
Hanafiyah sebagaimana keterangan di Al-Inayah Syarh Hidayah 14/192 dan Fathul
Qodir 22/106, mereka menganggap keduanya satu jenis.
Syaikh Ibnu
al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum kurban dengan kerbau.
Isi Pertanyaan:
“Kerbau dan sapi memiliki perbedaan dalam banyak sifat sebagaimana kambing
dengan domba. Namun Allah telah merinci penyebutan kambing dengan domba tetapi
tidak merinci penyebutan kerbau dengan sapi, sebagaimana disebutkan dalam surat
Al An’am ayat 143. Apakah boleh berkurban dengan kerbau?”
Beliau menjawab: “Jika
kerbau termasuk (jenis) sapi, maka kerbau sebagaimana sapi namun jika tidak
maka (jenis hewan) yang Allah ﷻ sebut dalam Alquran adalah jenis hewan
yang dikenal orang Arab, sedangkan kerbau tidak termasuk hewan yang dikenal
orang Arab.” (Liqo’at Bab al-Maftuh, 200:27).
Dalam situs resmi
Syaikh Shaleh al-Fauzan, disebutkan salah satu pertanyaan yang disampaikan
kepada beliau: …apakah kerbau juga termasuk jenis bahimatul an’am (hewan ternak
yang boleh dijadikan qurban)?
Beliau menjawab: “Kerbau
termasuk salah satu jenis sapi.”
Sumber:
http://www.alfawzan.ws/node/9205, jawaban dalam bentuk rekaman suara.
Dengan demikian, bisa disimpulkan
bahwa berqurban dengan kerbau hukumnya sah, karena kerbau sejenis dengan sapi.[8]
Jantan atau Betina?
Tidak ada ketentuan
jenis kelamin hewan qurban. Boleh jantan maupun betina. Dari Umu Kurzin
radhiyallahu anha, Rasulullah ﷺ bersabda: "Aqiqah untuk anak
laki-laki dua kambing dan anak perempuan satu kambing. Tidak jadi masalah
jantan maupun betina.”[9]
Berdasarkan hadis ini,
Al Fairuz Abadzi As Syafi’i rahimahullah mengatakan: “Jika dibolehkan
menggunakan hewan betina ketika aqiqah berdasarkan hadis ini, menunjukkan bahwa
hal ini juga boleh untuk berqurban.”[10]
Namun umumnya hewan
jantan itu lebih baik dan lebih mahal dibandingkan hewan betina. Oleh karena
itu, tidak harus hewan jantan namun diutamakan jantan.[11]
Baca juga: FiqihPraktis Kurban Udhiyyah
3. Usia Hewan
Para ulama telah
sepakat bahwa hewan kurban disyaratkan telah mencapai usia yang telah
ditentukan oleh syariat.[12]
Nabi ﷺ bersabda:
لا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ
عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
"Janganlah kalian
menyembelih hewan kecuali musinnah, jika kalian sulit mendapatinya maka
sembelihlah yang sudah berumur setahun dari jenis kambing.”[13]
Maksud musinnah
bukanlah hewan yang sudah tua usianya, akan tetapi maksudnya adalah ats-Tsaniy.
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan: “al-Musinnah adalah ats-Tsaniyyah dari
setiap jenis hewan, baik itu onta, sapi, kambing dan selainnya. Hal ini
memberikan ketegasan bahwasanya tidak boleh berkurban dengan hewan yang
berumur setahun dari jenis selain kambing bagaimanapun keadaannya, hal ini
telah disepakati sebagaimana yang dinukil oleh Imam al-Qadhi Iyadh rahimahullah.”[14]
Dan ats-Tsani dari hewan
onta adalah yang telah genap berusia lima tahun masuk tahun keenam.
Sedangkan dari hewan sapi adalah yang telah genap berumur dua tahun masuk
tahun ketiga. Dan untuk hewan kambing adalah yang sudah berumur genap
satu tahun masuk tahun kedua.[15]
4. Hewan Yang Tidak
Cacat
Yaitu berkurban dengan
hewan yang tidak ada cacatnya. Cacat pada hewan kurban ada dua macam:
a. Cacat yang haram.
Cacat semacam ini akan
mempengaruhi keabsahan ibadah kurban, seperti: buta yang sangat jelas, sakit
yang sangat jelas, pincang yang sangat jelas dan yang sudah terlalu tua.
Berdasarkan hadits
yang berbunyi:
أربعٌ لا يَجُزْنَ: العوراءُ البَيِّنُ عَوَرُها، والمريضةُ
البَيِّنُ مرضُها، والعَرْجاءُ البَيِّنُ ظَلَعُها، والكسيرةُ التي لا تُنْقِي
"Empat hal yang
tidak boleh ada pada hewan kurban: buta sebelah pada mata yang sangat jelas,
sakit yang jelas terlihat, pincang yang jelas dan yang tidak berakal karena sudah
terlalu lemah."[16]
Empat jenis cacat ini
tidak boleh ada pada hewan kurban.[17]
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam al-Mughni (13/369): “Kami tidak
mengetahui ada perselisihan bahwa cacat semacam ini menghalangi keabsahan
kurban.”[18]
Imam al-Khoththobi rahimahullah mengatakan: “Di dalam hadits diatas terdapat keterangan
bahwa cacat dan aib yang ringan pada hewan kurban di maafkan. Karena Nabi ﷺ berkata: ‘Yang
jelas butanya, yang jelas sakitnya..., maka cacat sedikit yang tidak jelas di
maafkan’.”[19]
b. Cacat yang dibenci.
yaitu cacat pada hewan
kurban yang tidak menghalangi sahnya hewan kurban, seperti: telinganya
putus, tanduknya patah, ekornya hilang, kemaluannya hilang, sebagian giginya
tanggal dan lain sebagainya.[20]
Maka wajib bagi
seorang muslim untuk memilih hewan kurbannya yang paling baik dan bagus, bagus
sifat fisik dan warnanya, dan jangan berkurban dengan hewan yang ada cacatnya,
karena berkurban adalah pendekatan diri kepada Allah jalla jalaaluh, jangan
mendekatkan diri kepada Allah jalla jalaaluh dengan sesuatu yang jelek.[21]
Allah jalla jalaaluh
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ
مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا
الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلَّا أَن تُغْمِضُوا فِيهِ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
"Hai orang-orang
yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkannya daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. al-Baqarah: 267)[22]
[1] HR. Bukhari: 5565, Muslim: 1966
[2] Ibnu Qudamah, Al-Mughni 11/80, Ibnu
Katsir, Tafsir Ibnu Katsir 5/416, Ibnu Hajar, Fathul Bari 3/536
[3] HR. Bukhari secara Mu’allaq, Kitab
Adhohiy Bab Fi Udhhiyah an-Nabiy
[4] Syaikhul Islam, Al-Ikhtiyaraat hal.
120???
[5] Nailul Author 5/135
[6] Raudhatut Thalibin 1/349
[7] Mausu’ah Fiqhiyah Quwaithiyah, 2:2975
[8] Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina KonsultasiSyariah.com)
[9] HR. Ahmad 27900 & An Nasa’i 4218 dan
dishahihkan Syaikh Al Albani
[10] Al Muhadzdzab 1/74
[11] Dari artikel 'Fiqih Qurban —
Muslim.Or.Id'
[12] An-Nawawi, al-Majmu’ 8/394
[13] HR. Muslim: 1963
[14] An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim 6/145
[15] Ibnu Qudamah, Al-Mughni 9/348
[16] HR. Abu Dawud: 2802, Tirmidzi: 1541,
Nasai: 7/214, Ibnu Majah: 3144. Dishohihkan oleh al-Albani dalam al-Misykah:
1465
[17] Bahkan para ulama telah ijma’ akan hal
tersebut. Lihat: Raudhah at-Thalibin 3/193, Syarh Muntaha al-iradat 1/603, Asna
al-Mathalib 15/535
[18] Hal senada dikatakan pula oleh Imam Nawawi
dalam Syarah Shahih Muslim 13/128
[19] Ma’alim as-Sunan 4/106
[20] Ahkam al-Udhiyah Ibnu Utsaimin hal.41-46
[21] Abu Sa’id Bal’id bin Ahmad, Ahkam
al-Udhiyyah Fil Kitab Was Sunnah hal.33
[22] Disalin dari buku Mendulang Pahala di
Bulan Dzulhijjah karya Abu Aniisah Syahrul Fatwa bin Lukman, Cet ke-1
Dzulqo’dah 1437 H, Pustaka Al-Furqon.