Hikmah Berkurban
Diantara hikmah-hikmah
berkurban sebagai berikut:
1. Mencontoh bapak kita Nabi Ibrahim Al-Kisah, Nabi
Ibrahim diperintah Allah agar menyembelih anaknya. Ibrahim meyakini kebenaran
mimpinya dan melaksanakan perintah Allah
untuk menyembelih anaknya sendiri. Namun, pada akhirnya Allah menggantikannya dengan sembelihan yang besar.
Untaian kisah yang
penuh dengan pelajaran ini termaktub dalam firman Allah yang berbunyi:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي
أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا
أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ,
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ، وَنَادَيْنَاهُ أَن يَا إِبْرَاهِيمُ،
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ، إِنَّ
هَٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ، وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ.
"Maka tatkala
anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: 'Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: "Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". tatkala keduanya telah
berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah
kesabaran keduanya). dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim Sesungguhnya
kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar". (QS. as-Shaffaat: 102–107).
2. Mencukupkan orang lain
Ya, sebagai bentuk
simpati terhadap sesama kaum muslimin di hari Idul Adha. Karena jika seorang
muslim menyembelih hewan kurbannya, maka ia telah mencukupi dirinya,
keluarganya, teman, tetangga dan fakir miskin sehingga mereka semua merasakan
kebahagiaan di hari raya ini.[1]
Baca juga: Fiqih Praktis Kurban Udhiyyah
3. Ungkapan rasa syukur
Yaitu syukur kepada Allah
ﷻ yang telah memberikan berbagai macam kenikmatan. Hakekat syukur
adalah memurnikan ketaatan kepada Allah ﷻ dengan
mengerjakan seluruh kewajiban dan meninggalkan keharaman. Salah satunya adalah
dengan berkurban.
4. Bukti ketakwaan
Berkurban adalah pendekatan
diri kepada Allah ﷻ, sebagai realitas keimanan dan ketakwaan
seorang hamba. Allah ﷻ berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن
يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ
“Daging-daging unta
dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi
Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya”. (QS. al-Hajj: 37)
5. Memberikan kegembiraan pada hari kurban
Yaitu dengan makan,
saling berbagi dan bersenang-senang dengan hewan kurban yang disembelih, dan
ini sangat terlihat sekali pada hari idul Adha, kaum muslimin merasa senang,
gembira dan berkumpul untuk menikmati hewan kurban. Rasulullah ﷺ bersabda:
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ
اللَّهِ
"Hari tasyriq
adalah hari untuk makan, minum dan berdzikir".[2]
6. Menampakkan syi’ar Islam
Tidak ada perselisihan
bahwa kurban termasuk salah satu syi’ar Islam[3]
yang sangat kentara pada Idul Adha, manusia berkumpul dan menyembelih
hewan-hewan kurban mereka. Sungguh ini adalah hikmah yang sangat agung. Allah ﷻ berfirman:
وَٱلْبُدْنَ جَعَلْنَـٰهَا لَكُم مِّن شَعَـٰٓئِرِ ٱللَّهِ
لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
"Dan telah Kami
jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh
kebaikan yang banyak padanya". (QS. al-Hajj: 36)
7. Mengikuti sebagian amalan jama’ah haji
Karena dalam ibadah
haji juga ada yang namanya al-hadyu (sembelihan), sehingga bila kaum muslimin
berkurban, akan mendorong semangat mereka untuk ikut berangkat pergi haji.
Allahu A’lam.[4][5]
[1] DR. Abdullah at-Thayyar, Ahkam al-‘Idain
Wa Asyr Dzil Hijjah. Edisi Indonesia: Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih
hal.85, Pustaka Ibnu Katsir.
[2] HR. Muslim 1141
[3] Ibnu Mulaqqin, Al-I’lam Bi Fawaid Umdah
al-Ahkam 10/182
[4] Ad-Dahlawi, Hujjatullah al-Balighah
2/30–31, Ibnul ‘Arobi, A’ridhatul Ahwadzi 6/311
[5] Disalin dari buku Mendulang Pahala di
Bulan Dzulhijjah karya Abu Aniisah Syahrul Fatwa bin Lukman, Cet ke-1
Dzulqo’dah 1437 H, Pustaka Al-Furqon.