Sujud sahwi merupakan
amalan ibadah yang dikerjakan ketika terjadinya kekurangan, kelebihan, atau
keraguan dalam shalat.
Bab ini terdiri dari
beberapa bagian:
PENSYARIATAN SUJUD
SAHWI DAN SEBAB-SEBABNYA
Yang dimaksud dengan
sujud sahwi adalah sujud yang dituntut (untuk dilakukan) di akhir shalat untuk
menambal kekurangan dalam shalat, atau kelebihan, atau keraguan.
Sujud sahwi
disyariatkan, berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
إذا نسي أحدكم فليسجد سجدتين
“Bila salah seorang di
antara kalian lupa (dalam shalatnya), maka hendaknya sujud dua kali.”[1][1]
Dan berdasarkan
perbuatan Nabi ﷺ, sebagaimana akan dijelaskan pada
pembahasan berikutnya. Dan para ulama telah berijma’ bahwa sujud sahwi
disyariatkan. Sebab-sebab sujud sahwi adalah kelebihan, kekurangan, dan
keraguan.
KAPAN WAJIB SUJUD
SAHWI
Sujud sahwi wajib
karena sebab-sebab berikut:
1). Bila seseorang
menambah perbuatan dari jenis amalan dalam shalat, misalnya menambah rukuk,
sujud, berdiri atau duduk, sekalipun durasinya diasumsikan seukuran lama duduk
istirahat, berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
صلّى بنا رسولُ اللهِ صلّى اللهُ عليه
وسلَّم خمسًا فلمّا انفَتَل توشوش[2][2]
القومُ بينهم، فقال: ما شأنُكم؟! قالوا: يا رَسولَ اللهِ، هل زِيدَ في
الصَّلاةِ شيء؟ قال: لا، قالوا: فإنَّك قد صلَّيتَ خمسًا فانفَتَل[3][3]
فسجَدَ سجدتينِ ثمَّ سلَّم، ثمَّ قال: إنَّما أنا بشَرٌ أنسى كما تنسَونَ فإذا نسي
أحدكم فليسجد سجدتين.
“Rasulullah ﷺ pernah shalat
bersama kami lima rakaat. Ketika beliau telah selesai dari shalat, maka
terdengar suara gaduh di antara mereka. Maka beliau bertanya, ‘Ada apa dengan
kalian?’ Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, adakah sesuatu yang ditambahkan
dalam shalat?’ Beliau menjawab, ‘Tidak.’ Mereka berkata, ‘Sesungguhnya Anda
telah melakukan shalat lima rakaat.’ Lalu beliau berbalik kembali menghadap
kiblat, lalu melakukan sujud dua kali, kemudian salam. Kemudian beliau
bersabda, ‘Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa seperti kalian, aku lupa
sebagaimana kalian juga lupa. Karena itu, bila salah seorang di antara kalian
lupa, maka hendaknya dia sujud dua kali’.”[4][4]
Bila tambahan dalam
shalat diketahui saat shalat berlangsung, maka dia wajib duduk saat
mengingatnya, sekalipun saat dia rukuk, karena seandainya dia melanjutkan
kelebihan tersebut sepengetahuannya, maka dia telah menambah sesuatu dalam
shalat dengan sengaja, dan ini dilarang.
2). Atau mengucapkan
salam sebelum shalatnya sempurna, berdasarkan hadits Imran bin Hushain
radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,
سَلَّمَ رَسولُ اللهِ صَلّى اللَّهُ عليه
وسلَّمَ في ثَلاثِ رَكَعاتٍ، مِنَ العَصْرِ، ثُمَّ قامَ فَدَخَلَ
الحُجْرَةَ، فَقامَ رَجُلٌ بَسِيطُ اليَدَيْنِ، فَقالَ: أقُصِرَتِ الصَّلاةُ
يا رَسولَ اللهِ؟ فَخَرَجَ مُغْضَبًا، فَصَلّى الرَّكْعَةَ الَّتي كانَ
تَرَكَ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيِ السَّهْوِ،
ثُمَّ سَلَّمَ.
“Rasulullah ﷺ mengucapkan salam pada
rakaat ketiga dari Shalat Ashar, kemudian beliau bangkit lalu masuk bilik
(rumah), lalu seorang laki-laki yang kedua tangannya panjang berdiri seraya
berkata, ‘Apakah shalat diqashar wahai Rasulullah?’ Maka beliau keluar [dalam
keadaan dibuat gusar], lalu beliau shalat satu rakaat yang tertinggal, kemudian
mengucapkan salam, kemudian sujud sahwi dua kali kemudian salam.”[5][5]
3). Melakukan
kesalahan bacaan yang mengubah makna karena lupa, karena bila sengaja, maka ia
membatalkan shalat, maka bila lupa, ia wajib sujud sahwi.
4). Meninggalkan salah
satu wajib shalat, berdasarkan hadits Ibnu Buhainah radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata,
صَلّى لَنا رَسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عليه
وسلَّمَ رَكْعَتَيْنِ مِن بَعْضِ الصَّلَواتِ، ثُمَّ قامَ،
فَلَمْ يَجْلِسْ، فَقامَ النّاسُ معهُ، فَلَمّا قَضى صَلاتَهُ ونَظَرْنا
تَسْلِيمَهُ كَبَّرَ قَبْلَ التَّسْلِيمِ، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ وهو جالِسٌ،
ثُمَّ سَلَّمَ.
“Rasulullah ﷺ shalat mengimami kami dua rakaat dari shalat-shalatnya,
kemudian beliau berdiri sehingga tidak duduk (untuk tasyahud awal),[6][6]
lalu orang-orang berdiri bersama beliau. Manakala beliau menyelesaikan shalat
dan kami menunggu salamnya, maka beliau bertakbir sebelum salam, lalu beliau
sujud (sahwi) dua kali ketika beliau duduk (tasyahud akhir), kemudian
mengucapkan salam.”[7][7]
Hadits ini menetapkan
sujud sahwi bagi siapa yang meninggalkan tasyahud awal, maka wajib-wajib shalat
yang lain diqiyaskan kepadanya, misalnya meninggalkan tasbih pada saat rukuk
dan sujud, dan tidak membaca, رَبِّ اغْفِرْلِيْ “Ya Tuhanku,
ampunilah aku” pada duduk
di antara dua sujud, serta meninggalkan takbir al-intiqal (takbir perpindahan).
5). Wajib melakukan
sujud sahwi bila terjadi kebimbangan pada jumlah rakaat sehingga yang
bersangkutan tidak tahu persis berapa rakaat dia shalat. Hal itu terjadi saat
shalat berlangsung, karena dia melaksanakan sebagian shalatnya dalam keadaan
ragu, apakah ia termasuk darinya atau kelebihan darinya, maka niatnya melemah
sehingga ia memerlukan tambalan yaitu sujud sahwi. Ini berdasarkan keumuman
hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
إنَّ أحدَكم إذا قام يُصَلِّي جاءَه
الشيطانُ فلبِس عليه حتى لا يَدْري كم صلى فإذا وجد ذلك فلْيَسجُدْ سجدتينِ
وهو جالسٌ
“Sesungguhnya bila
salah seorang di antara kalian berdiri shalat, maka setan datang kepadanya lalu
mengacaukan shalatnya sehingga dia tidak tahu berapa rakaat dia shalat. Maka
bila salah seorang mendapatkan peristiwa itu, maka hendaknya sujud sahwi dua
kali ketika dia sedang duduk (untuk tasyahud akhir).”[8][8]
Dalam kondisi ini,
yang bersangkutan berada di antara dua perkara:
Pertama, keraguannya tanpa ada tarjih (memilih yang benar) untuk
salah satu dari dua kemungkinan. Dalam kondisi ini, maka dia mengambil rakaat
yang lebih sedikit, dan mendasarkan shalatnya dengan jumlah rakaat yang
sedikit, lalu melakukan sujud sahwi, berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
إذا شَكَّ أحَدُكُمْ في صَلاتِهِ، فَلَمْ يَدْرِ كَمْ
صَلّى ثَلاثًا أمْ أرْبَعًا، فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ ولْيَبْنِ على ما اسْتَيْقَنَ،
ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أنْ يُسَلِّمَ،
“Bila salah seorang di
antara kalian ragu dalam shalatnya lalu dia tidak tahu berapa rakaat dia
shalat, tiga atau empat, maka hendaknya dia membuang keraguan dan mendasarkan
shalatnya atas apa yang diyakininya, kemudian sujud dua kali sebelum
mengucapkan salam.”[9][9]
Kedua, bila dia memiliki dugaan kuat dan mampu mentarjih
(menyatakan lebih kuat) salah satu dari kedua kemungkinan yang dirasakannya,
maka hendaklah dia mengamalkan apa yang diyakininya, dan dia membangun
shalatnya berdasarkan hal tersebut, lalu sujud sahwi dua kali, berdasarkan
sabda Nabi ﷺ tentang orang yang ragu dan bimbang,
فليتحرَّ الصَّوابَ ثُمَّ ليُتِمَّ عليه -أي على
التحرّي- ثمَّ ليُسلِّمْ ثمَّ ليسجُدْ سجدتَيْنِ بعد أن يسلّم.
“Maka hendaknya dia
berusaha mencari yang benar dengan teliti, kemudian menyempurnakan shalatnya
berdasarkan hal itu -yaitu atas dasar pencarian yang teliti- kemudian hendaknya
mengucpkan salam, kemudian melakukan sujud sahwi dua kali setelah salam.”[10][10]
KAPAN SUJUD SAHWI
DISUNNAHKAN
Disunnahkan sujud
sahwi bila orang yang shalat mengucapkan dzikir yang disyariatkan bukan pada
tempatnya karena lupa, seperti dia membaca al-Qur’an saat rukuk dan sujud, atau
membaca tasyahud saat berdiri dengan mengucapkan dzikir yang disyariatkan pada
posisi tersebut, misalnya dia membaca (al-Fatihah) pada waktu rukuk dan
mengucapkan, سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ “Mahasuci Allah Yang Mahaagung”,
berdasarkan hadits,
إذا نسي أحدكم فليسجد سجدتين
“Bila salah seorang di
antara kalian lupa (dalam shalat), maka hendaknya dia melakukan sujud sahwi dua
kali.”[11][11]
TEMPAT SUJUD SAHWI
Tidak disangsikan
bahwa hadits-hadits tentang tempat sujud sahwi terbagi menjadi dua bagian:
Bagian Pertama menunjukkan disyariatkannya sujud sahwi sebelum
salam.
Bagian Kedua menunjukkan disyariatkannya sujud sahwi sesudah
salam.
Oleh karena itu,
sebagian ulama peneliti berkata, “Orang yang shalat itu diberi pilihan; bila
dia berkenan, maka dia boleh melakukan sujud sebelum salam, dan bila dia
berkenan, maka dia boleh melakukan sujud sesudahnya. Karena hadits-hadits yang
hadir menetapkan kedua perkara tersebut. Seandainya orang yang shalat melakukan
sujud untuk setiap perkara; sebelum salam atau sesudahnya, maka itu boleh.”
Az-Zuhri berkata,
“Yang paling akhir dari dua hal ini adalah sujud sebelum salam.”
TATA CARA SUJUD SAHWI
Tata caranya adalah
bersujud dua sujud seperti sujudnya shalat, bertakbir saat hendak sujud dan
saat bangun darinya, kemudian mengucapkan salam. Sebagian ulama ada yang
berpendapat bahwa harus mengucapkan tasyahud bila sujud sahwi dilakukan sesudah
salam, karena hal itu terdapat dalam tiga hadits dari Nabi ﷺ yang hasan
dengan berkumpulnya jalan-jalan periwayatannya sebagaimana yang diucapkan oleh
al-Hafizh Ibnu Hajar.[12][12][13]
[1] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 572, 92.
[2] Dikatakan pula dengan sin tanpa titik (تَوَسْوَسَ).
Kata (اَلْوَشْوَشَةُ)
bermakna suara gaduh yang bercampur aduk.
[3] Maksudnya, berbalik kembali menghadap
kiblat.
[4] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 572, 92.
[5] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 574, 102.
[6] Maksudnya, beliau meninggalkan tasyahud
awal.
[7] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1230 dan
Muslim, no. 570.
[8] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1231 dan
Muslim, no. 389.
[9] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 571.
[10] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 572.
[11] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 572,
lanjutan hadits 92.
[12] Lihat Fath al-Bari, 3/119.
[13] [Disalin dari kitab ‘Al-Fiqh al-Muyassar’ Penyusun Syaikh Abdul Aziz Mabruk al-Mahdi, Syaikh Abdul Karim bin Shunaitan al-Amri, Syaikh Abdullah bin Fahd asy-Syarif dan Syaikh Faihan bin Syali al-Muthairi, Judul dalam Bahasa Indonesia ’Fiqih Muyassar’ Penerjemah Izzudin Karimi Lc, Penerbit Pustaka Darul Haq, Cetakan Ketujuh Dzulqo’dah 1440 H – Juli 2019 M].
Posting Komentar untuk "Sujud Sahwi: Tata Cara, Bacaan dan Kapan Dilakukannya"