KHUTBAH JUMAT: SEMANGAT SALAF DALAM MENUNTUT ILMU
(Khutbah Pertama)
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ،
وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا
اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ
((يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا
وَأَنْتُم مُّسْلِمُونَ))
فَإِنَّ خَيْرَ
الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَشَرَّ
الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
أُوصِيكُمْ
وَنَفْسِي بِتَقْوَى ٱللَّهِ، فَقَدْ فَازَ ٱلْمُتَّقُونَ
Ma’asyiral Muslimin...
Sesungguhnya menuntut ilmu adalah ibadah yang sangat agung. Oleh karenanya,
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Al-Qur'an tidak pernah memerintahkan kepada
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk meminta tambahan kecuali
tambahan ilmu. Allah berfirman:
((وَقُل رَّبِّ
زِدْنِى عِلْمًۭا))
"Ya Allah, tambahkanlah ilmu kepadaku."
Ketika Allah menjelaskan tentang karunia yang Dia berikan kepada manusia
sebagai konsekuensi dari sifat rahmat-Nya, Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
((ٱلرَّحْمَـٰنُ
عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ))
"Dialah Ar-Rahman, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Dan di antara bentuk kasih sayang-Nya, kata Allah, "Dia mengajarkan
Al-Qur'an." Maka siapa yang mendapatkan ilmu tentang Al-Qur'an, dia telah
mendapatkan rahmat yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Demikian juga
Allah berfirman:
((يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍۢ))
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan Allah
mengangkat orang-orang yang berilmu beberapa derajat.”
Ini menunjukkan bahwa orang yang berilmu akan diangkat beberapa derajat di
atas orang-orang yang beriman tanpa ilmu. Nabi shallallahu 'alaihi sasallam
juga bersabda:
مَن يُرِدِ
اللَّهُ به خَيْرًا يُفَقِّهْهُ في الدِّينِ
“Siapa yang Allah inginkan kebaikan
baginya, Allah akan buat dia paham tentang agama, yaitu Allah akan buat dia
berilmu.”
Di sini, kata para ulama, siapa yang Allah inginkan baginya kebaikan yang
besar, karena pemahaman agama (ilmu) adalah kebaikan yang besar, maka itu
diraih dengan ilmu. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang
orang yang terbaik dari kalangan Arab, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
خِيارُكُمْ في
الجاهِلِيَّةِ خِيارُكُمْ في الإسْلامِ إذا فَقُهُوا
“Sebaik-baik kalian ketika di zaman
jahiliah sebelum mengenal Islam akan menjadi terbaik pula ketika Islam, dengan
syarat jika mereka paham tentang agama.”
Oleh karenanya, keagungan ilmu disadari oleh para ulama, maka mereka
mengerahkan segala kekuatan semaksimal mungkin untuk bisa meraih ilmu
sebanyak-banyaknya.
Ilmu tidak bisa diraih kecuali dengan pengorbanan. Yahya Bin Abi Katsir
berkata:
لا يستطاع العلم
براحة الجسد
"Ilmu tidak akan diraih dengan berleha-leha, dengan
bermalas-malasan."
Sebagian Salaf ditanya, "Bagaimana kau meraih ilmu?" Maka dia
berkata, "Dengan bersafar dan begadang." Yang lain ditanya,
"Dari mana kau bisa meraih ilmu?" Maka dia berkata, "Dengan
ditemani lentera pelita, kemudian begadang hingga pagi hari."
Jika kita lihat bagaimana kisah para Salaf dalam menuntut ilmu, sungguh
luar biasa. Di antaranya, pada kesempatan kali ini, saya akan menyampaikan dua
poin utama:
1. Rihlah Thalabil 'Ilm (Perjalanan Mencari Ilmu)
Mereka berkorban untuk rihlah thalabil 'ilm, yaitu melakukan safar
atau perjalanan yang jauh untuk menuntut ilmu. Zaman dahulu, safar tidak
seperti sekarang. Safar zaman dahulu sangat berat: kendaraan terbatas, terik
matahari, cuaca yang ekstrem (kalau dingin sangat dingin), dan memerlukan uang
serta bekal yang sangat banyak. Maka Syu'bah berkata, "Siapa yang mencari
hadis, maka dia pasti akan bangkrut."
Oleh karenanya, sejak zaman dahulu para Salaf telah mengajarkan kepada kita
untuk berjuang, berkorban dengan bersafar, meninggalkan kenyamanan tinggal di
negeri sendiri, bahkan meninggalkan keluarga dan tanah kelahiran demi mencari
ilmu.
Contoh-contoh Rihlah Thalabil 'Ilm:
1). Nabi Musa 'Alaihissalam: Ketika beliau mendengar ada Nabi Khadir yang memiliki ilmu yang tidak
beliau miliki, beliau semangat untuk menuntut ilmu. Beliau berjalan dengan
pembantunya, Yusya' bin Nun, untuk bersafar meskipun jauh. Sebagaimana Allah
abadikan dalam Al-Qur'an:
((وَإِذْ قَالَ
مُوسَىٰ لِفَتَىٰهُ لَآ أَبْرَحُ حَتَّىٰٓ أَبْلُغَ مَجْمَعَ ٱلْبَحْرَيْنِ أَوْ
أَمْضِىَ حُقُبًۭا))
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata
kepada muridnya, "Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke
pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan terus bertahun-tahun."
Ini menunjukkan kesungguhan beliau dalam mencari ilmu. Allah berfirman:
وَمَا كَانَ
ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةًۭ ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍۢ
مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌۭ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ
إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya."
Ayat ini mengisyaratkan bahwa harus ada orang yang keluar dari negerinya,
sebagian berjihad, sebagian menuntut ilmu, agar memberi peringatan bagi kaumnya
jika mereka telah kembali.
2). Para Sahabat Nabi: Kita juga
membaca dalam Sirah Nabawiyah betapa banyak para sahabat berhijrah menuju
Madinah untuk menuntut ilmu kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Setelah
Nabi wafat, kita juga mendapati bagaimana sebagian sahabat bersafar jauh untuk
mendengar satu hadis saja.
- Jabir bin Abdillah Radhiyallahu Ta'ala 'Anhu: Ketika dia mendengar ada suatu hadis tentang
perihal hari kiamat yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Unais di negeri Syam,
sementara Jabir bin Abdillah berada di kota Madinah. Dia berkata, "Aku pun
membeli seekor unta." Perjalanan dari Madinah menuju Syam memakan waktu
sebulan hanya untuk mendengar satu hadis. Dia mengetuk pintu rumah Abdullah bin
Unais, bertanya tentang satu hadis, lalu kembali lagi sebulan.
- Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallahu 'Anhu: Dia tinggal di Madinah dan mendengar satu hadis: "Man
satara musliman satarahullahu yaumal qiyamah." (Siapa yang menutup aib
seorang muslim, Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat kelak.) Dia
mendengar hadis itu dan mendengar ada sahabat lain yang juga mendengarnya. Dia
ingin mengecek kebenarannya, maka dia berangkat dari Madinah menuju Mesir untuk
bertemu dengan Uqbah bin Amir. Sesampainya di sana, dia bertanya, "Wahai
Uqbah, aku mendengar hadis demikian dan demikian, tidak ada yang mendengarnya
dan masih hidup kecuali aku dan engkau. Apakah benar?" Uqbah bin Amir
menjawab, "Benar, aku mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam." Hanya untuk mengecek satu hadis, dia bersafar dari Madinah
menuju Mesir, perjalanan yang sangat jauh.
3). Para Tabi'in: Di antaranya Abul
Aliyah berkata, "Kami mendengar hadis-hadis dari para sahabat Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam di Basrah (Iraq), namun kami tidak tenteram. Kami ingin dengar
langsung, maka kami bersafar dari Iraq menuju Madinah untuk mendengar langsung
dari para sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam."
Imam Al-Bukhari Rahimahullahu Ta'ala: Beliau bersafar ke berbagai macam negeri seperti
Hijaz (Mekah, Madinah), Baghdad, Naisabur, dalam rangka mencari hadis. Beliau
menulis hadis dari lebih 1.000 ulama. Bahkan diriwayatkan bahwa beliau sempat
kehabisan nafkah sampai beliau makan dari rumput-rumput karena tidak ada uang.
Pernah teman-temannya kehilangan beliau dalam majelis ilmu beberapa hari.
Ketika dicari, ternyata beliau tidak bisa hadir karena tidak punya baju
(bajunya dijual untuk membeli makanan). Akhirnya mereka mengumpulkan uang untuk
beliau.
Demikianlah para Salaf berkorban bersafar menuju tempat yang jauh untuk
belajar syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sesungguhnya perjalanan mereka
adalah jihad fi sabilillah. Mereka menjalankan hadis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
مَن سَلَك طَريقًا
يَلتمِسُ فيه عِلمًا، سهَّلَ اللهُ له به طَريقًا إلى الجنَّةِ.
“Siapa yang menempuh perjalanan
dalam rangka untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju
surga.”
Mereka juga menjalankan hadis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
من خَرج في طلب
العلم فهو في سَبِيلِ الله حتى يرجع
“Siapa yang keluar dari rumahnya
untuk mencari ilmu, maka dia sedang berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala
sampai dia pulang ke rumahnya.”
أَقُولُ قَوْلِي
هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ
كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
(Khutbah Kedua)
الْحَمْدُ لِلَّهِ
عَلَى إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ. أَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيمًا لِشَأْنِهِ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوَانِهِ.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَإِخْوَانِهِ. أَمَّا
بَعْدُ:
2. Begadang untuk Ilmu
Di antara bentuk pengorbanan para ulama dalam menuntut ilmu adalah mereka
meninggalkan kelezatan tidur di malam hari. Oleh karenanya, Imam Al-Bukhari
dalam Sahihnya membuat bab As-Samar fil 'Ilm (Bab Begadang karena
Menuntut Ilmu).
Kita tahu bahwa begadang jika tidak ada keperluan adalah perkara yang
dibenci. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak suka atau membenci tidur
sebelum Isya', karena seseorang bisa jadi kebablasan tidak shalat Isya'. Dan
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak suka berbincang-bincang setelah
shalat Isya'. Tetapi, jika ada keperluan, di antaranya menuntut ilmu, maka
dianjurkan atau disunahkan. Maka dari itu, Imam Al-Bukhari membuat bab As-Samar
fil 'Ilm, yaitu berbicara atau begadang karena menuntut ilmu, dan itu
dipraktikkan oleh para Salaf. Imam Syafi'i berkata:
طلب العلم خير من
صلاة النافلة
“Menuntut ilmu lebih baik daripada
salat sunah.”
Contoh-contoh Begadang untuk Ilmu:
- Muhammad Bin Hasan Asy-Syaibani Rahimahullahu Ta'ala: Murid Imam Abu Hanifah dan guru Imam
Syafi'i. Beliau dikenal suka begadang. Beliau shalat Isya' dengan wudu,
kemudian begadang, lalu shalat Subuh dengan wudu yang sama. Beliau menyiapkan
air dingin; jika beliau mengantuk, beliau mengguyurkan air dingin tersebut ke
wajahnya. Beliau berkata, "Bahwasanya tidur itu ada rasa panas, maka aku
menghilangkannya dengan air yang dingin." Beliau melawan rasa kantuk untuk
bisa menuntut ilmu.
- Imam Malik Rahimahullahu Ta'ala: Diriwayatkan bahwa Ibnu Al-Qasim, murid Imam Malik,
sering datang ke Imam Malik untuk menuntut ilmu di waktu sahur dan bertanya
permasalahan-permasalahan. Ibnu Al-Qasim berkata, Imam Malik menjawabnya dengan
senang. Sampai suatu hari, Ibnu Al-Qasim menunggu Imam Malik kemudian dia
ketiduran di pintu rumah Imam Malik. Ternyata Imam Malik sudah keluar menuju
shalat Subuh ke masjid. Budak dari Imam Malik datang dan membangunkannya dengan
kaki seraya berkata, "Tuanmu telah pergi, kau lalai sementara tuanmu tidak
lalai. Sungguh tuanmu sejak 49 tahun selalu shalat Subuh dengan wudu dari shalat
Isya', begadang dalam rangka menuntut ilmu."
- Imam Syafi'i Rahimahullah: Putri beliau, Fatimah, berkata, "Pernah aku menyalakan pelita untuk
ayahku (Imam Syafi'i) sampai 70 kali dalam semalam." Ini karena Imam
Syafi'i memiliki sesuatu yang ingin dia pelajari atau catat.
- Imam Al-Bukhari Rahimahullah: Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Katsir bahwa Imam Al-Bukhari terkadang dalam
satu malam terbangun sampai 20 kali. Ketika dia mau tidur, tiba-tiba dia
memikirkan suatu faedah, segera dia bangun, menyalakan lampu, dan menulis
faedah tersebut. Kemudian dia mau tidur lagi, tiba-tiba Allah ilhamkan faedah
lagi, dia bangun lagi dan menulisnya lagi.
Subhanallah, mereka tidur dengan ilmu di dada mereka, sementara kita kadang
tidur dengan membawa berita-berita yang tidak jelas atau bahkan maksiat kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Para ulama, ketika mereka terjaga, mereka tulis.
Karenanya, begadang karena menuntut ilmu adalah kebiasaan para ulama. Imam
Syafi'i Rahimahullah pernah berkata:
بقدر الكد تكتسب
المعالى ومن طلب العلا سهر الليالى
Sesuai dengan kadar keletihan, maka akan diraih hal-hal yang
tinggi/keberhasilan-keberhasilan yang tinggi. Keberhasilan harus diraih dengan letih dan lelah. Siapa
yang ingin meraih ketinggian, dia harus begadang di malam-malam hari.
ومن رام العلا من غير
كد اضاع العمر فى طلب المحال
Siapa yang berkeinginan untuk meraih sesuatu yang tinggi tanpa keletihan,
sungguh dia hanya buang-buang umurnya dalam mencari kemustahilan.
تروم العز ثم تنام
ليــــــلا يغوص البحر من طلب اللألى
Kau ingin meraih kejayaan sementara kau tidur di malam hari dan tidak
begadang untuk menuntut ilmu? Kau ingin tidur di malam hari, ingin
santai-santai? Seorang yang mencari mutiara harus menyelam dalam lautan untuk
mencari mutiara.
Ini adalah gambaran dari para ulama, bagaimana semangat mereka menuntut
ilmu karena mereka tahu ilmu adalah sesuatu yang sangat agung. Bagaimana tidak,
ilmu adalah warisan para nabi. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
العُلماءُ ورَثةُ
الأنبياءِ
“Para ulama adalah pewaris para
nabi.”
وإنَّ الأنبياءَ
لم يُوَرِّثوا دينارًا ولا دِرهمًا وإنما وَرَّثوا العِلمَ فمَن أخذَهُ أخذَ بحظٍّ
وافرٍ
“Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka
mewariskan ilmu. Maka siapa yang menuntut ilmu/mendapat ilmu, dia telah
mengambil bagian yang besar dari warisan tersebut.”
Jika orang bangga mendapat warisan dari raja atau orang kaya, maka seorang
seharusnya bahagia ketika mengumpulkan warisan terbanyak dari Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wasallam.
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ،
الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ
الدَّعَوَاتِ.
رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللَّهِ،
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ،
وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوا
اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،
وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Posting Komentar untuk "Khutbah Jumat: Semangat Salaf Dalam Menuntut Ilmu"